Pak Mul, sebut saja demikian. Salah satu pendengar talk show lingkup ekonomi yang saya asuh di Radio Swara Slenk. Dapat dipastikan setiap hari Senin, saya mengudara, beliau aktif bertanya via telpon. Menurut pengakuannya, beberapa resep yang saya sampaikan telah banyak yang dicoba.
" Alhamdulillah pak Harno, usaha menjahit saya mengalami kemajuan. Setelah saya pratekkan resep bapak. Salah satunya setiap ketemu orang, saya sekarang tidak segan-segan mengenalkan diri sebagai penjahit dan menawarkan jasa saya... Tapi pak, beberapa waktu lalu, saya dapat order besar dari pelanggan, sudah ada pembicaraan awal namun, tiba-tiba dibatalkan, kenapa ya pak ? Apa harga yang saya berikan terlalu mahal ... ??? " tanyanya.
Wirausahawan yang budiman, kejadian ini sering kita alamai bukan ? Yang dirancang jauh hari dan kita yakin akan berhasil, namun secara sepihak dibatalkan. Tapi pembicaraan yang sepertinya hanya sekedar ngomong-ngomong, awalnya nampak tidak serius malah terjadi transaksi. Mengapa demikian ?
Salah satu penyebabnya adalah jebakan ilusi komunikasi. Maksud saya begini. Sering kali kita sudah merasa menyampaikan pesan atau informasi. Dan kita merasa itu sudah cukup. Kita berasumsi orang yang kita ajak bicara sudah paham dan akan menindaklanjuti. Asumsi-asumsi seperti inilah yang saya namakan jebakan ilusi komunikasi.
Kenapa pak Mul, gagal ? Setelah saya cermati, beliau tidak segera menindaklajuti pembicaraan awal tersebut secara intensif dengan tindakan. Misalnya dengan membuatkan order pesanan. Beliau terlalu pede bahwa order sudah ditangan. Saran saya, jangan pernah berasumsi dalam komunikasi. Pastikan betul bahwa apa yang kita komunikasikan dipahami dengan benar oleh pelanggan kita. Setelah itu jangan segan-segan selalu memonitor perkembangan. Ini sebagai langkah antisipasi. Boleh jadi di tengah jalan kompetitor kita agresif memberikan penawaran dengan harga yang lebih murah.
Kalau pelanggan membatalkan pesanan, coba tanyakan sebabnya. Jangan cepat menyerah.. Negosiasikan lagi. Jangan takut, kita harus gigih. Jangan sampai order di tangan, sampai lepas. Bukankah begitu ?
" Alhamdulillah pak Harno, usaha menjahit saya mengalami kemajuan. Setelah saya pratekkan resep bapak. Salah satunya setiap ketemu orang, saya sekarang tidak segan-segan mengenalkan diri sebagai penjahit dan menawarkan jasa saya... Tapi pak, beberapa waktu lalu, saya dapat order besar dari pelanggan, sudah ada pembicaraan awal namun, tiba-tiba dibatalkan, kenapa ya pak ? Apa harga yang saya berikan terlalu mahal ... ??? " tanyanya.
Wirausahawan yang budiman, kejadian ini sering kita alamai bukan ? Yang dirancang jauh hari dan kita yakin akan berhasil, namun secara sepihak dibatalkan. Tapi pembicaraan yang sepertinya hanya sekedar ngomong-ngomong, awalnya nampak tidak serius malah terjadi transaksi. Mengapa demikian ?
Salah satu penyebabnya adalah jebakan ilusi komunikasi. Maksud saya begini. Sering kali kita sudah merasa menyampaikan pesan atau informasi. Dan kita merasa itu sudah cukup. Kita berasumsi orang yang kita ajak bicara sudah paham dan akan menindaklanjuti. Asumsi-asumsi seperti inilah yang saya namakan jebakan ilusi komunikasi.
Kenapa pak Mul, gagal ? Setelah saya cermati, beliau tidak segera menindaklajuti pembicaraan awal tersebut secara intensif dengan tindakan. Misalnya dengan membuatkan order pesanan. Beliau terlalu pede bahwa order sudah ditangan. Saran saya, jangan pernah berasumsi dalam komunikasi. Pastikan betul bahwa apa yang kita komunikasikan dipahami dengan benar oleh pelanggan kita. Setelah itu jangan segan-segan selalu memonitor perkembangan. Ini sebagai langkah antisipasi. Boleh jadi di tengah jalan kompetitor kita agresif memberikan penawaran dengan harga yang lebih murah.
Kalau pelanggan membatalkan pesanan, coba tanyakan sebabnya. Jangan cepat menyerah.. Negosiasikan lagi. Jangan takut, kita harus gigih. Jangan sampai order di tangan, sampai lepas. Bukankah begitu ?
0 komentar:
Posting Komentar