Bandung memang terkenal jagoan makanan. Salah satu jenis makanan yang saat ini populer adalah roti bakar. Hampir di seluruh kota besar di Indonesia merebak penjual roti bakar khas Bandung. Rasanya bervariasi. Ada keju, coklat, strowbery, pokoknya tergantung selera kita. Melihat kesuksesan roti bakar Bandung. Membuat orang tergiur ingin mencoba peruntungan di bisnis ini. Sayangnya terkadang hanya sekedar bermodal uang dan semangat saja. Namun tidak memiliki modal ketrampilan.
Wirausahawan budiman. Biasanya saat pulang kantor saya membeli oleh-oleh. Salah satu kegemaran anak saya adalah roti bakar Bandung. Saya biasa membeli di pasar Ledok Sari.
Penjualnya memang asli bandung. Maka tidak aneh bila rasanya memang enak dan khas. Namun kali ini saya agak malas menuju pasar Ledok Sari. Kebetulan di depan Polsek Jebres ada penjual roti bakar baru. Saya pun mampir ingin mencobanya. Sejak pertama saya memesan roti bakar, keraguan pun muncul. Dalam benak saya. Enak ndak ya ???? Mengapa demikian ?
Pertama penjualnya seorang ibu. Bukan orang Bandung. Kelihatannya warga sekitar. Kedua dalam melayani pembeli tidak focus, sambil lalu. ngobrol terus dengan anaknya. Ketiga, si ibu belum trampil membuat roti bakar. Ini nampak dari cari membuat. Saat mengoleskan keju, mentega, dan bahan-bahan lainnya, dalam penglihatan saya asal-asalan. Begitu pula saat membakar roti, kok rasanya tidak mantap. Batin saya wah... ini alamat pasti nanti rasanya tidak enak.
Benar juga apa yang saya pikirkan. Sampai di rumah anak saya tidak menikmati seperti biasa. Hanya ambil satu dua potong saja. Lalu tidak mau menghabiskan. Saya pun penasaran mencoba mencicipi. Dugaan saya terbukti. Rasanya tidak enak. Ini roti bakar rasa rakaruan. Rasanya tidak karuan, campur aduk. Tidak enak sama sekali. Seperti makan roti mentah yang ditempeli keju dan coklat. Rasanya tidak bisa menyatu.
Wirausahawan budiman. Saya berani memprediksi penjual roti bakar ini hanya bertahan beberapa hari saja. Setelah itu pasti tutup.Lho kok bisa ? Karena pasti banyak pembeli kecewa dan tidak mau kembali untuk membeli. Kecuali dia sadar dan segera memperbaiki diri. Bukankah sayang ? Padahal modal yang dikeluarkan tidak sedikit. Prediksi saya untuk pengadaan gerobak dan peralatan bisa habis sekitar Rp 3 juta rupiah.
Kesimpulan saya, kebangkrutan usaha sering kali faktornya justru ada pada diri kita. Bukan karena faktor luar. Kelihatannya ibu penjual roti bakar ini hanya sekedar melihat peluang semata. Saat sedang booming roti bakar, cenderung ikut-ikutan membuka roti bakar. Mungkin dalam batinya dia berkata, kalau hanya buat roti bakar begitu saja saya ya bisa. Padahal kenyataannya tidak segampang itu.
Wirausahawan budiman. Biasanya saat pulang kantor saya membeli oleh-oleh. Salah satu kegemaran anak saya adalah roti bakar Bandung. Saya biasa membeli di pasar Ledok Sari.
Penjualnya memang asli bandung. Maka tidak aneh bila rasanya memang enak dan khas. Namun kali ini saya agak malas menuju pasar Ledok Sari. Kebetulan di depan Polsek Jebres ada penjual roti bakar baru. Saya pun mampir ingin mencobanya. Sejak pertama saya memesan roti bakar, keraguan pun muncul. Dalam benak saya. Enak ndak ya ???? Mengapa demikian ?
Pertama penjualnya seorang ibu. Bukan orang Bandung. Kelihatannya warga sekitar. Kedua dalam melayani pembeli tidak focus, sambil lalu. ngobrol terus dengan anaknya. Ketiga, si ibu belum trampil membuat roti bakar. Ini nampak dari cari membuat. Saat mengoleskan keju, mentega, dan bahan-bahan lainnya, dalam penglihatan saya asal-asalan. Begitu pula saat membakar roti, kok rasanya tidak mantap. Batin saya wah... ini alamat pasti nanti rasanya tidak enak.
Benar juga apa yang saya pikirkan. Sampai di rumah anak saya tidak menikmati seperti biasa. Hanya ambil satu dua potong saja. Lalu tidak mau menghabiskan. Saya pun penasaran mencoba mencicipi. Dugaan saya terbukti. Rasanya tidak enak. Ini roti bakar rasa rakaruan. Rasanya tidak karuan, campur aduk. Tidak enak sama sekali. Seperti makan roti mentah yang ditempeli keju dan coklat. Rasanya tidak bisa menyatu.
Wirausahawan budiman. Saya berani memprediksi penjual roti bakar ini hanya bertahan beberapa hari saja. Setelah itu pasti tutup.Lho kok bisa ? Karena pasti banyak pembeli kecewa dan tidak mau kembali untuk membeli. Kecuali dia sadar dan segera memperbaiki diri. Bukankah sayang ? Padahal modal yang dikeluarkan tidak sedikit. Prediksi saya untuk pengadaan gerobak dan peralatan bisa habis sekitar Rp 3 juta rupiah.
Kesimpulan saya, kebangkrutan usaha sering kali faktornya justru ada pada diri kita. Bukan karena faktor luar. Kelihatannya ibu penjual roti bakar ini hanya sekedar melihat peluang semata. Saat sedang booming roti bakar, cenderung ikut-ikutan membuka roti bakar. Mungkin dalam batinya dia berkata, kalau hanya buat roti bakar begitu saja saya ya bisa. Padahal kenyataannya tidak segampang itu.
pasti enak tuhh ditunggu kunjunganya sob
BalasHapus