Wirausahawan budiman. Pernahkah anda dihadapkan pada sebuah dilema ? Dana operasional yang terbatas. Modal kerja pas-pasan. Pendapatan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kita memiliki banyak rencana, namun tidak terdukung oleh pemasukan penjualan.
Kondisi yang demikian biasa kita hadapi pada awal usaha.Mengawali usaha memang susah-susah gampang. Ada yang langsung laris manis tanjung kimpul. Namun ada juga yang nasibnya tidak beruntung. Usaha kita belum dikenal banyak orang. Pembeli masih satu dua orang. Sepi. Malah seharian jualan tidak laku.
Bagaimana mensikapi hal seperti ini ? Lanjut atau tutup. Bagi yang tidak sabar dan tahan uji, tidak menutup kemungkinan langsung menutup usahanya. Tetapi yang ulet dan optimis dia akan tetap bertahan.
Sambil terus menerus berupaya. Berbagai cara dilakukan agar usahanya dikenal dan dapat pelanggan. Dalam menghadapi situasi yang serba sulit ini, wirausahawan harus menerapkan Manajemen Kemul Sarung (MKS). Istilah MKS pertama saya dengar dari almarhum rektor Unisri, Drs. H. Sarwono. Istilah ini sering beliau lontarkan saat menyusun program kerja Unisri. Bisanya daftar keinginan yang diajukan oleh tiap fakultas dan unit kerja sangat banyak dan anggaran pun sangat besar.
Namun ketika dihadapkan pada prediksi jumlah penerimaan dana tidak sebanding. Akhirnya diterapkan MKS. Plafon anggaran ditetapkan. Semua program kerja dan kegiatan mengacu pada plafon anggaran. Bagaimana caranya harus cukup. Kegiatan dan program kerja harus menyesuaikan plafon anggaran.
Terjadilah pemotongan anggaran di sana-sini. Agar anggaran mencukupi. Mirip saat kita menggunakan sarung. Agar seluruh badan bisa tertutupi, maka kita harus jingkrung. Kenapa harus jingkrung ? Sebab kalau tidak, sarung ditarik keatas untuk menutupi kepala, pasti kaki terbuka. Sebaliknya bila ditarik ke bawah untuk menutupi kaki, maka kepala yang akan kelihatan. Bukankah demikian ?
Wirausahawan budiman. Tidak berbeda dengan usaha yang kita jalankan saat mengawali usaha. Bila perlu kita harus menerapkan MKS. Kita harus pandai-pandai membuat skala prioritas. Tidak semua kebutuhan dan keinginan kita penuhi.
Kita harus melakukan efisiensi. Melakukan penghematan di sisi pengeluaran. Hal-hal yang tidak perlu harus ditunda lebih dulu. Utamakan kepuasan pelanggan. Beri layanan yang terbaik. Jangan menggunakan dana operasional untuk kepentingan pribadi. Ya, kita harus mampu menahan diri.
Bagaimana dengan pendapat anda ? Mau jingkrung ? Sumonggo.
Kondisi yang demikian biasa kita hadapi pada awal usaha.Mengawali usaha memang susah-susah gampang. Ada yang langsung laris manis tanjung kimpul. Namun ada juga yang nasibnya tidak beruntung. Usaha kita belum dikenal banyak orang. Pembeli masih satu dua orang. Sepi. Malah seharian jualan tidak laku.
Bagaimana mensikapi hal seperti ini ? Lanjut atau tutup. Bagi yang tidak sabar dan tahan uji, tidak menutup kemungkinan langsung menutup usahanya. Tetapi yang ulet dan optimis dia akan tetap bertahan.
Sambil terus menerus berupaya. Berbagai cara dilakukan agar usahanya dikenal dan dapat pelanggan. Dalam menghadapi situasi yang serba sulit ini, wirausahawan harus menerapkan Manajemen Kemul Sarung (MKS). Istilah MKS pertama saya dengar dari almarhum rektor Unisri, Drs. H. Sarwono. Istilah ini sering beliau lontarkan saat menyusun program kerja Unisri. Bisanya daftar keinginan yang diajukan oleh tiap fakultas dan unit kerja sangat banyak dan anggaran pun sangat besar.
Namun ketika dihadapkan pada prediksi jumlah penerimaan dana tidak sebanding. Akhirnya diterapkan MKS. Plafon anggaran ditetapkan. Semua program kerja dan kegiatan mengacu pada plafon anggaran. Bagaimana caranya harus cukup. Kegiatan dan program kerja harus menyesuaikan plafon anggaran.
Terjadilah pemotongan anggaran di sana-sini. Agar anggaran mencukupi. Mirip saat kita menggunakan sarung. Agar seluruh badan bisa tertutupi, maka kita harus jingkrung. Kenapa harus jingkrung ? Sebab kalau tidak, sarung ditarik keatas untuk menutupi kepala, pasti kaki terbuka. Sebaliknya bila ditarik ke bawah untuk menutupi kaki, maka kepala yang akan kelihatan. Bukankah demikian ?
Wirausahawan budiman. Tidak berbeda dengan usaha yang kita jalankan saat mengawali usaha. Bila perlu kita harus menerapkan MKS. Kita harus pandai-pandai membuat skala prioritas. Tidak semua kebutuhan dan keinginan kita penuhi.
Kita harus melakukan efisiensi. Melakukan penghematan di sisi pengeluaran. Hal-hal yang tidak perlu harus ditunda lebih dulu. Utamakan kepuasan pelanggan. Beri layanan yang terbaik. Jangan menggunakan dana operasional untuk kepentingan pribadi. Ya, kita harus mampu menahan diri.
Bagaimana dengan pendapat anda ? Mau jingkrung ? Sumonggo.
0 komentar:
Posting Komentar